AMAZING FAMILY

Jumat, Februari 27, 2009

'Sistem perekonomian Indonesia terlalu liberal dan kapitalis'

JAKARTA: Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menilai Pemerintah Indonesia harus mengembalikan perekonomian pada konstitusi UUD 1945, karena yang diterapkan saat ini dikuasai sistem liberal dan kapitalis.


Doktor Rizal Ramli.

“Sistem ini yang memicu terjadi ketimpangan. Sekarang ini, sekitar 20% penduduk kaya dan 80% penduduk harus dibebaskan dari beban hidup yang semakin berat," katanya ketika berorasi di Mimbar Bebas Waroeng 26 di Kantor DPP Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK) Indonesia di Pejompongan Jakarta Pusat, Rabu malam (25/2).

Menurut dia, demokratisasi ekonomi sesuai konstitusi bisa mengatasi hal ini. Para pemuda Indonesia yang belajar di negara-negara di Eropa pada era kemerdekaan dulu telah menyadari betapa bahayanya perekonomian liberal dan kapitalistik.

Dengan kondisi seperti itu, Rizal menilai sudah waktunya Indonesia serius memberi peluang investasi bagi munculnya industri pengolahan berbagai produk. Sebab, hanya dengan industri pengolahan di dalam negeri, berbagai produk bisa memiliki nilai tambah. "Kita harus serius membangun industri pengolahan. Tidak ada negara yang maju kalau hanya mengandalkan penjualan bahan mentah."

Rizal mengungkapkan, sebagian besar negara di Afrika tidak mampu membangun industri pengolahan dan menyerahkan pengolahan sumber daya alamnya kepada pihak asing. Akibatnya hanya mengandalkan penjualan produk mentah dan rakyatnya miskin.

Dia mencontohkan, Indonesia adalah produsen coklat terbesar setelah Karibia. Produk coklat mentah umumnya diekspor ke Eropa, termasuk Belanda dan Swiss. "Masyarakat dunia mengenal Belanda dan Swiss sebagai penghasil coklat olahan terbaik di dunia. Padahal tidak satu batang tanaman coklat pun ada di negara itu."

Menurut dia, coklat olahan tersebut kemudian diimpor kembali Indonesia dengan harga lebih mahal, padahal bahan baku coklat mentahnya dibeli secara murah dari Indonesia.

Hal serupa terjadi pada produk minyak mentah Indonesia. Setiap hari sekitar 500.000 barel minyak mentah Indonesia, termasuk bahan baku minyak tanah, dijual ke Singapura. Kalau saja Indonesia memiliki kilang pengolahan minyak sendiri, maka kebutuhan BBM di dalam negeri bisa terpenuhi dari kilang pengolahan sendiri, sehingga harganya bisa lebih murah.

Saat ini, kata dia, Indonesia sebagai produsen minyak mentah justru mengandalkan impor minyak olahan dari Singapura yang membeli minyak mentah dari Indonesia. Kerugian yang harus diderita Indonesia adalah harga minyak olahan itu mahal, walaupun minyak mentahnya dibeli dengan harga murah.

Khusus komoditas minyak, Rizal menegaskan, kegagalan Indonesia membangun industri pengolahan karena adanya mafia. Misalnya, mafia minyak telah menghalangi upaya Indonesia membangun kilang pengolahan minyak. "Karena selama ini mereka (mafia minyak) mendapat keuntungan besar dari penjualan minyak mentah Indonesia ke Singapura dan terpaksa Indonesia harus membelinya dengan harga mahal."

Belum banyaknya industri pengolahan di dalam negeri untuk mengolah berbagai produk alam menyebabkan daya serap tenaga kerja juga sedikit. Di sisi lain, keterpaksaan membeli harga bahan jadi dari luar negeri juga menyedot devisa. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com

0 komentar: