JAKARTA: Praktisi Hukum Ekonomi dari Firma Hukum AND & Partners Teuku Djohansyah meminta Bapepam-LK tidak perlu mendengarkan dan menghiraukan segala tekanan maupun komentar yang dikeluarkan para fund manager, terutama dari luar negeri. Alasannya, sikap dan komentar para fund manager tersebut menjadi biang rusaknya pasar modal di Indonesia.
Fund manager justru dinilai sering melakukan hostile take over pasar modal Indonesia.
"Mereka itulah yang merusak stabilitas pasar modal Indonesia. Karena itu, Bapepam-LK sudah selayaknya bekerja berdasarkan peraturan tanpa menghiraukan tekanan-tekanan kampanye publik, politis maupun tekanan lobi yang dilakukan perwakilan fund manager pemegang repo. Kalau seperti itu, ya bukan untuk kepentingan publik namanya," tegasnya di Jakarta, Senin (23/2).
Djohansyah bahkan mencurigai ada maksud tertentu di balik mengencangnya kritik yang ditujukan pada Bapepam-LK atas transaksi repo. "Bisa saja mereka menuntut intervensi agar dapat melakukan satu tindakan pengambil-alihan saham. Ini kan bentuk suatu hostile take over."
Menurutnya terlepas dari kritik dan tuntutan tersebut, yang perlu dicermati dan ditegaskan dalam transaksi repo adalah prosesnya wajib melibatkan perjanjian antara dua pihak yang resikonya ditanggung bersama (shared risk). "Secara ekonomi, transaksi repo itu sama dengan secured loan, dengan menggunakan saham sebagai jaminan. Hanya saja, nilai jaminannya bergantung pada pergerakan pasar modal, sehingga ada resiko-resiko tertentu yang harus diperhitungkan."
Bapepam-LK kembali menjadi sorotan berkenaan dengan kinerja institusi pengawas pasar modal dan lembaga keuangan yang dikomandani Fuad Rahmany itu. Sejumlah kalangan melemparkan kritik sehubungan kasus transaksi repo (repurchasing agreement) saham yang dituding menjadi biang keladi terguncangnya pasar modal.
Kritik agar Bapepam-LK mengintervensi transaksi repo terus menguat di tengah ramainya kasus repo saham Grup Bakrie. Imbauan tersebut bahkan berujung pada tudingan tentang tidak berfungsinya Bapeam-LK sebagai institusi pengawas pasar modal.
Bapepam sendiri telah berulang kali menyatakan tidak dapat melibatkan dirinya disebabkan karena kegiatan transaksi itu bersifat antarbadan usaha. Karena itu, badan pengawas tersebut berargumen bahwa mereka tidak memiliki yurisdiksi mengingat tidak adanya peraturan pasar modal yang dilanggar.
Karena itu intervensi dari Bapepam memang sudah seharusnya diminimalisir karena perjanjian tersebut bersifat antarbadan usaha atau business-to-business (B2B). Pada saat bersamaan, ada keperluan untuk mengatur transaksi tersebut mengingat resiko yang dikandung di dalam sebuah transaksi repo.
"Harus diingat, apapun peraturan yang diberlakukan Bapepam, yurisdiksi institusi tersebut berakhir pada saat transaksi dilakukan di luar hukum Indonesia. Terkadang, pemegang saham melakukan transaksi repo di luar negeri. Dalam hal ini penjual dan pembeli repo harus memahami penuh resiko yang dihadapi. Konsekuensinya, pemegang atau pembeli tidak dapat menuntut intervensi pengawas pasar modal (Bapepam)," ujarnya.
Djohansyah menambahkan, permasalahan pasar modal umumnya terjadi karena perangkat hukum yang berlaku memang tidak sempurna. Akar permasalahan transaksi repo terjadi pada ambiguitas peraturan yang ada. "Ini menjadi pekerjaan para anggota legislatif. Mereka yang berwenang mengeluarkan atau meng-amandemen undang-undang. Baru setelah itu Bapepam bisa membuat peraturan teknisnya."
Analis pasar modal Edison Hulu juga menilai kinerja Bapepam belakangan ini menunjukkan perbaikan dan kemajuan. Pengawas pasar modal itu tidak dapat melakukan semua yang diinginkan dengan sempurna. Namun setidaknya Bapepam sudah melakukan sesuai kemampuannya.
"Dalam konteks pengawasan, Bapepam sudah berusaha semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan perangkat hukum dan peraturan, mereka bisa menangani kasus yang terjadi dengan baik," katanya. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com
Senin, Februari 23, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar