SURABAYA: Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M. Lutfi menilai, pemerintah harus propengusaha. Salah satunya diimplementasikan lewat pemberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Kawasan Khusus Industri di Indonesia.
Kawasan industri Gresik.
“Yang perlu ditekankan, saat ini pemerintah harus produnia usaha. Jangan karena kepentingan pemilu, pemerintah mengorbankan kepentingan bangsa,” kata Lutfi saat berkunjung ke Kawasan Industri Maspion Gresik, Rabu (17/03/09).
Lutfi lantas mencontohkan, kebijakan pemerintah menaikkan upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Jakarta dan Bandung lebih dari 10% pada awal tahun ini, dinilai kurang tepat. Sebab, kebijakan itu mengakibatkan beberapa industri mengalihkan usahanya ke Jateng karena UMK-nya lebih rendah 25%.
Salah satunya adalah sebuah industri alas kaki di Bandung yang telah memindahkan investasinya senilai US$25 juta ke Jateng dengan alasan UMK-nya lebih rendah dari Badung.
“Bukan berarti kami tidak pronasib tenaga kerja. Namun dengan kondisi seperti sekarang, kebijakan tersebut akan berakibat buruk karena bisa mendongkrak production cost," ujar mantan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) itu.
Selain itu, Lutfi juga menjelaskan, PP Kawasan Industri nantinya memudahkan pengusaha karena layanan bisa terpadu di satu pintu. “Selain untuk menertibkan tata ruang industri di Indonesia, kebijakan itu juga akan memudahkan industri, karena layanannya bisa terpadu di satu pintu.”
Hingga saat ini, lanjutnya, lebih dari 40 kabupaten/kota sudah mengajukan, tetapi layanan tersebut diperkirakan baru akan beroperasi di 17 kabupaten/kota.
“Jika memungkinkan untuk dilaksanakan tahun ini, kami akan mengadakan ujicoba di dua wilayah, yakni Bojanegara, Provinsi Banten dan kawasan Petrokimia di Kabupaten Tuban, Provinsi Jatim,” tuturnya. (kb8/kb3)
Sumber: http://www.kabarbisnis.com/industri/281294-Ketua_BKPM__Pemerintah_harus_propengusaha.html
Lengkapnya »»»
Rabu, Maret 18, 2009
Jumat, Maret 13, 2009
Banyak industri baja masih pasarkan produk ‘banci’
MEDAN: Direktur Pengawas Barang Beredar dan Jasa Departemen Perdagangan Syahrul R Sampurna Jaya menyatakan, hasil temuan instansinya di pasar menunjukkan produk tanpa SNI atau produk ‘banci’ masih banyak diperjualbelikan,sehingga terkesan adanya praktik penipuan terhadap konsumen.
Masih banyak besi baja 'banci' diperjualbelikan.
"Lihat hasil temuan tim di Medan. Semestinya produk baja tulangan beton (BjTb) polos berdiameter 10 milimeter, tapi nyatanya yang dijual di bawah ukuran itu, termasuk panjangnya. Bagaimana konsumen nanti mau percaya kalau penipuan itu akhirnya diketahui," ungkapnya di Medan, Kamis (12/3).
Karena itu, kata dia, pemerintah masih tegas mewajibkan standar nasional Indonesia (SNI) pada produk BjTb, meski produsen di dalam negeri terus mendesak agar kewajiban SNI itu dibatalkan. "Tidak ada alasan untuk tidak mewajibkan SNI atas produk itu. Selain untuk kemajuan produk itu sendiri, pemerintah juga sudah mengurangi beban pengusaha dengan mengawasi secara ketat masuknya produk ilegal."
Menurut dia, seharusnya perusahaan bisa meningkatkan penjualan produknya seiring semakin sulitnya pemasaran produk BjTB ilegal. "Peningkatan penjualan tentunya terkait keinginan konsumen pada produk yang bermutu bagus, dan itu bisa diperoleh dengan memenuhi SNI."
Dengan jumlah penduduk yang cukup besar, katanya Indonesia seharusnya bisa menjadi pasar bagus bagi produk dalam negeri. "Tapi kalau produk tidak bisa dijaga mutunya dan harga jualnya yang murah, pasti konsumen tetap melirik produk asing. Itu yang tidak diinginkan pemerintah."
Syahrul menambahkan, pemerintah sendiri masih tetap berkomitmen mengawasi ketat produk ilegal termasuk yang tidak memenuhi SNI. Diantaranya dengan menerapkan kebijakan penetapan lima pelabuhan utama, yakni Belawan Medan, Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Emas Semarang, Tanjung Perak Surabaya dan Makassar sebagai jalur masuk impor produk tertentu.
"Tidak tertutup kemungkinan memang masih ada penyelewengan, tapi Depdag sudah berkoordinasi dengan jajaran terkait untuk meningkatkan pengawasan, sehingga tujuan pemerintah melakukan penetapan lima pelabuhan sebagai jalur masuk impor produk tertentu itu terwujud," katanya. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com
Lengkapnya »»»
Masih banyak besi baja 'banci' diperjualbelikan.
"Lihat hasil temuan tim di Medan. Semestinya produk baja tulangan beton (BjTb) polos berdiameter 10 milimeter, tapi nyatanya yang dijual di bawah ukuran itu, termasuk panjangnya. Bagaimana konsumen nanti mau percaya kalau penipuan itu akhirnya diketahui," ungkapnya di Medan, Kamis (12/3).
Karena itu, kata dia, pemerintah masih tegas mewajibkan standar nasional Indonesia (SNI) pada produk BjTb, meski produsen di dalam negeri terus mendesak agar kewajiban SNI itu dibatalkan. "Tidak ada alasan untuk tidak mewajibkan SNI atas produk itu. Selain untuk kemajuan produk itu sendiri, pemerintah juga sudah mengurangi beban pengusaha dengan mengawasi secara ketat masuknya produk ilegal."
Menurut dia, seharusnya perusahaan bisa meningkatkan penjualan produknya seiring semakin sulitnya pemasaran produk BjTB ilegal. "Peningkatan penjualan tentunya terkait keinginan konsumen pada produk yang bermutu bagus, dan itu bisa diperoleh dengan memenuhi SNI."
Dengan jumlah penduduk yang cukup besar, katanya Indonesia seharusnya bisa menjadi pasar bagus bagi produk dalam negeri. "Tapi kalau produk tidak bisa dijaga mutunya dan harga jualnya yang murah, pasti konsumen tetap melirik produk asing. Itu yang tidak diinginkan pemerintah."
Syahrul menambahkan, pemerintah sendiri masih tetap berkomitmen mengawasi ketat produk ilegal termasuk yang tidak memenuhi SNI. Diantaranya dengan menerapkan kebijakan penetapan lima pelabuhan utama, yakni Belawan Medan, Tanjung Priok Jakarta, Tanjung Emas Semarang, Tanjung Perak Surabaya dan Makassar sebagai jalur masuk impor produk tertentu.
"Tidak tertutup kemungkinan memang masih ada penyelewengan, tapi Depdag sudah berkoordinasi dengan jajaran terkait untuk meningkatkan pengawasan, sehingga tujuan pemerintah melakukan penetapan lima pelabuhan sebagai jalur masuk impor produk tertentu itu terwujud," katanya. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com
Lengkapnya »»»
Jumat, Februari 27, 2009
'Sistem perekonomian Indonesia terlalu liberal dan kapitalis'
JAKARTA: Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli menilai Pemerintah Indonesia harus mengembalikan perekonomian pada konstitusi UUD 1945, karena yang diterapkan saat ini dikuasai sistem liberal dan kapitalis.
Doktor Rizal Ramli.
“Sistem ini yang memicu terjadi ketimpangan. Sekarang ini, sekitar 20% penduduk kaya dan 80% penduduk harus dibebaskan dari beban hidup yang semakin berat," katanya ketika berorasi di Mimbar Bebas Waroeng 26 di Kantor DPP Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK) Indonesia di Pejompongan Jakarta Pusat, Rabu malam (25/2).
Menurut dia, demokratisasi ekonomi sesuai konstitusi bisa mengatasi hal ini. Para pemuda Indonesia yang belajar di negara-negara di Eropa pada era kemerdekaan dulu telah menyadari betapa bahayanya perekonomian liberal dan kapitalistik.
Dengan kondisi seperti itu, Rizal menilai sudah waktunya Indonesia serius memberi peluang investasi bagi munculnya industri pengolahan berbagai produk. Sebab, hanya dengan industri pengolahan di dalam negeri, berbagai produk bisa memiliki nilai tambah. "Kita harus serius membangun industri pengolahan. Tidak ada negara yang maju kalau hanya mengandalkan penjualan bahan mentah."
Rizal mengungkapkan, sebagian besar negara di Afrika tidak mampu membangun industri pengolahan dan menyerahkan pengolahan sumber daya alamnya kepada pihak asing. Akibatnya hanya mengandalkan penjualan produk mentah dan rakyatnya miskin.
Dia mencontohkan, Indonesia adalah produsen coklat terbesar setelah Karibia. Produk coklat mentah umumnya diekspor ke Eropa, termasuk Belanda dan Swiss. "Masyarakat dunia mengenal Belanda dan Swiss sebagai penghasil coklat olahan terbaik di dunia. Padahal tidak satu batang tanaman coklat pun ada di negara itu."
Menurut dia, coklat olahan tersebut kemudian diimpor kembali Indonesia dengan harga lebih mahal, padahal bahan baku coklat mentahnya dibeli secara murah dari Indonesia.
Hal serupa terjadi pada produk minyak mentah Indonesia. Setiap hari sekitar 500.000 barel minyak mentah Indonesia, termasuk bahan baku minyak tanah, dijual ke Singapura. Kalau saja Indonesia memiliki kilang pengolahan minyak sendiri, maka kebutuhan BBM di dalam negeri bisa terpenuhi dari kilang pengolahan sendiri, sehingga harganya bisa lebih murah.
Saat ini, kata dia, Indonesia sebagai produsen minyak mentah justru mengandalkan impor minyak olahan dari Singapura yang membeli minyak mentah dari Indonesia. Kerugian yang harus diderita Indonesia adalah harga minyak olahan itu mahal, walaupun minyak mentahnya dibeli dengan harga murah.
Khusus komoditas minyak, Rizal menegaskan, kegagalan Indonesia membangun industri pengolahan karena adanya mafia. Misalnya, mafia minyak telah menghalangi upaya Indonesia membangun kilang pengolahan minyak. "Karena selama ini mereka (mafia minyak) mendapat keuntungan besar dari penjualan minyak mentah Indonesia ke Singapura dan terpaksa Indonesia harus membelinya dengan harga mahal."
Belum banyaknya industri pengolahan di dalam negeri untuk mengolah berbagai produk alam menyebabkan daya serap tenaga kerja juga sedikit. Di sisi lain, keterpaksaan membeli harga bahan jadi dari luar negeri juga menyedot devisa. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com
Lengkapnya »»»
Doktor Rizal Ramli.
“Sistem ini yang memicu terjadi ketimpangan. Sekarang ini, sekitar 20% penduduk kaya dan 80% penduduk harus dibebaskan dari beban hidup yang semakin berat," katanya ketika berorasi di Mimbar Bebas Waroeng 26 di Kantor DPP Partai Nasionalis Banteng Kemerdekaan (PNBK) Indonesia di Pejompongan Jakarta Pusat, Rabu malam (25/2).
Menurut dia, demokratisasi ekonomi sesuai konstitusi bisa mengatasi hal ini. Para pemuda Indonesia yang belajar di negara-negara di Eropa pada era kemerdekaan dulu telah menyadari betapa bahayanya perekonomian liberal dan kapitalistik.
Dengan kondisi seperti itu, Rizal menilai sudah waktunya Indonesia serius memberi peluang investasi bagi munculnya industri pengolahan berbagai produk. Sebab, hanya dengan industri pengolahan di dalam negeri, berbagai produk bisa memiliki nilai tambah. "Kita harus serius membangun industri pengolahan. Tidak ada negara yang maju kalau hanya mengandalkan penjualan bahan mentah."
Rizal mengungkapkan, sebagian besar negara di Afrika tidak mampu membangun industri pengolahan dan menyerahkan pengolahan sumber daya alamnya kepada pihak asing. Akibatnya hanya mengandalkan penjualan produk mentah dan rakyatnya miskin.
Dia mencontohkan, Indonesia adalah produsen coklat terbesar setelah Karibia. Produk coklat mentah umumnya diekspor ke Eropa, termasuk Belanda dan Swiss. "Masyarakat dunia mengenal Belanda dan Swiss sebagai penghasil coklat olahan terbaik di dunia. Padahal tidak satu batang tanaman coklat pun ada di negara itu."
Menurut dia, coklat olahan tersebut kemudian diimpor kembali Indonesia dengan harga lebih mahal, padahal bahan baku coklat mentahnya dibeli secara murah dari Indonesia.
Hal serupa terjadi pada produk minyak mentah Indonesia. Setiap hari sekitar 500.000 barel minyak mentah Indonesia, termasuk bahan baku minyak tanah, dijual ke Singapura. Kalau saja Indonesia memiliki kilang pengolahan minyak sendiri, maka kebutuhan BBM di dalam negeri bisa terpenuhi dari kilang pengolahan sendiri, sehingga harganya bisa lebih murah.
Saat ini, kata dia, Indonesia sebagai produsen minyak mentah justru mengandalkan impor minyak olahan dari Singapura yang membeli minyak mentah dari Indonesia. Kerugian yang harus diderita Indonesia adalah harga minyak olahan itu mahal, walaupun minyak mentahnya dibeli dengan harga murah.
Khusus komoditas minyak, Rizal menegaskan, kegagalan Indonesia membangun industri pengolahan karena adanya mafia. Misalnya, mafia minyak telah menghalangi upaya Indonesia membangun kilang pengolahan minyak. "Karena selama ini mereka (mafia minyak) mendapat keuntungan besar dari penjualan minyak mentah Indonesia ke Singapura dan terpaksa Indonesia harus membelinya dengan harga mahal."
Belum banyaknya industri pengolahan di dalam negeri untuk mengolah berbagai produk alam menyebabkan daya serap tenaga kerja juga sedikit. Di sisi lain, keterpaksaan membeli harga bahan jadi dari luar negeri juga menyedot devisa. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com
Lengkapnya »»»
Label:
Kebijakan
Senin, Februari 23, 2009
'Fund Manager perusak pasar modal Indonesia'
JAKARTA: Praktisi Hukum Ekonomi dari Firma Hukum AND & Partners Teuku Djohansyah meminta Bapepam-LK tidak perlu mendengarkan dan menghiraukan segala tekanan maupun komentar yang dikeluarkan para fund manager, terutama dari luar negeri. Alasannya, sikap dan komentar para fund manager tersebut menjadi biang rusaknya pasar modal di Indonesia.
Fund manager justru dinilai sering melakukan hostile take over pasar modal Indonesia.
"Mereka itulah yang merusak stabilitas pasar modal Indonesia. Karena itu, Bapepam-LK sudah selayaknya bekerja berdasarkan peraturan tanpa menghiraukan tekanan-tekanan kampanye publik, politis maupun tekanan lobi yang dilakukan perwakilan fund manager pemegang repo. Kalau seperti itu, ya bukan untuk kepentingan publik namanya," tegasnya di Jakarta, Senin (23/2).
Djohansyah bahkan mencurigai ada maksud tertentu di balik mengencangnya kritik yang ditujukan pada Bapepam-LK atas transaksi repo. "Bisa saja mereka menuntut intervensi agar dapat melakukan satu tindakan pengambil-alihan saham. Ini kan bentuk suatu hostile take over."
Menurutnya terlepas dari kritik dan tuntutan tersebut, yang perlu dicermati dan ditegaskan dalam transaksi repo adalah prosesnya wajib melibatkan perjanjian antara dua pihak yang resikonya ditanggung bersama (shared risk). "Secara ekonomi, transaksi repo itu sama dengan secured loan, dengan menggunakan saham sebagai jaminan. Hanya saja, nilai jaminannya bergantung pada pergerakan pasar modal, sehingga ada resiko-resiko tertentu yang harus diperhitungkan."
Bapepam-LK kembali menjadi sorotan berkenaan dengan kinerja institusi pengawas pasar modal dan lembaga keuangan yang dikomandani Fuad Rahmany itu. Sejumlah kalangan melemparkan kritik sehubungan kasus transaksi repo (repurchasing agreement) saham yang dituding menjadi biang keladi terguncangnya pasar modal.
Kritik agar Bapepam-LK mengintervensi transaksi repo terus menguat di tengah ramainya kasus repo saham Grup Bakrie. Imbauan tersebut bahkan berujung pada tudingan tentang tidak berfungsinya Bapeam-LK sebagai institusi pengawas pasar modal.
Bapepam sendiri telah berulang kali menyatakan tidak dapat melibatkan dirinya disebabkan karena kegiatan transaksi itu bersifat antarbadan usaha. Karena itu, badan pengawas tersebut berargumen bahwa mereka tidak memiliki yurisdiksi mengingat tidak adanya peraturan pasar modal yang dilanggar.
Karena itu intervensi dari Bapepam memang sudah seharusnya diminimalisir karena perjanjian tersebut bersifat antarbadan usaha atau business-to-business (B2B). Pada saat bersamaan, ada keperluan untuk mengatur transaksi tersebut mengingat resiko yang dikandung di dalam sebuah transaksi repo.
"Harus diingat, apapun peraturan yang diberlakukan Bapepam, yurisdiksi institusi tersebut berakhir pada saat transaksi dilakukan di luar hukum Indonesia. Terkadang, pemegang saham melakukan transaksi repo di luar negeri. Dalam hal ini penjual dan pembeli repo harus memahami penuh resiko yang dihadapi. Konsekuensinya, pemegang atau pembeli tidak dapat menuntut intervensi pengawas pasar modal (Bapepam)," ujarnya.
Djohansyah menambahkan, permasalahan pasar modal umumnya terjadi karena perangkat hukum yang berlaku memang tidak sempurna. Akar permasalahan transaksi repo terjadi pada ambiguitas peraturan yang ada. "Ini menjadi pekerjaan para anggota legislatif. Mereka yang berwenang mengeluarkan atau meng-amandemen undang-undang. Baru setelah itu Bapepam bisa membuat peraturan teknisnya."
Analis pasar modal Edison Hulu juga menilai kinerja Bapepam belakangan ini menunjukkan perbaikan dan kemajuan. Pengawas pasar modal itu tidak dapat melakukan semua yang diinginkan dengan sempurna. Namun setidaknya Bapepam sudah melakukan sesuai kemampuannya.
"Dalam konteks pengawasan, Bapepam sudah berusaha semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan perangkat hukum dan peraturan, mereka bisa menangani kasus yang terjadi dengan baik," katanya. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com
Lengkapnya »»»
Fund manager justru dinilai sering melakukan hostile take over pasar modal Indonesia.
"Mereka itulah yang merusak stabilitas pasar modal Indonesia. Karena itu, Bapepam-LK sudah selayaknya bekerja berdasarkan peraturan tanpa menghiraukan tekanan-tekanan kampanye publik, politis maupun tekanan lobi yang dilakukan perwakilan fund manager pemegang repo. Kalau seperti itu, ya bukan untuk kepentingan publik namanya," tegasnya di Jakarta, Senin (23/2).
Djohansyah bahkan mencurigai ada maksud tertentu di balik mengencangnya kritik yang ditujukan pada Bapepam-LK atas transaksi repo. "Bisa saja mereka menuntut intervensi agar dapat melakukan satu tindakan pengambil-alihan saham. Ini kan bentuk suatu hostile take over."
Menurutnya terlepas dari kritik dan tuntutan tersebut, yang perlu dicermati dan ditegaskan dalam transaksi repo adalah prosesnya wajib melibatkan perjanjian antara dua pihak yang resikonya ditanggung bersama (shared risk). "Secara ekonomi, transaksi repo itu sama dengan secured loan, dengan menggunakan saham sebagai jaminan. Hanya saja, nilai jaminannya bergantung pada pergerakan pasar modal, sehingga ada resiko-resiko tertentu yang harus diperhitungkan."
Bapepam-LK kembali menjadi sorotan berkenaan dengan kinerja institusi pengawas pasar modal dan lembaga keuangan yang dikomandani Fuad Rahmany itu. Sejumlah kalangan melemparkan kritik sehubungan kasus transaksi repo (repurchasing agreement) saham yang dituding menjadi biang keladi terguncangnya pasar modal.
Kritik agar Bapepam-LK mengintervensi transaksi repo terus menguat di tengah ramainya kasus repo saham Grup Bakrie. Imbauan tersebut bahkan berujung pada tudingan tentang tidak berfungsinya Bapeam-LK sebagai institusi pengawas pasar modal.
Bapepam sendiri telah berulang kali menyatakan tidak dapat melibatkan dirinya disebabkan karena kegiatan transaksi itu bersifat antarbadan usaha. Karena itu, badan pengawas tersebut berargumen bahwa mereka tidak memiliki yurisdiksi mengingat tidak adanya peraturan pasar modal yang dilanggar.
Karena itu intervensi dari Bapepam memang sudah seharusnya diminimalisir karena perjanjian tersebut bersifat antarbadan usaha atau business-to-business (B2B). Pada saat bersamaan, ada keperluan untuk mengatur transaksi tersebut mengingat resiko yang dikandung di dalam sebuah transaksi repo.
"Harus diingat, apapun peraturan yang diberlakukan Bapepam, yurisdiksi institusi tersebut berakhir pada saat transaksi dilakukan di luar hukum Indonesia. Terkadang, pemegang saham melakukan transaksi repo di luar negeri. Dalam hal ini penjual dan pembeli repo harus memahami penuh resiko yang dihadapi. Konsekuensinya, pemegang atau pembeli tidak dapat menuntut intervensi pengawas pasar modal (Bapepam)," ujarnya.
Djohansyah menambahkan, permasalahan pasar modal umumnya terjadi karena perangkat hukum yang berlaku memang tidak sempurna. Akar permasalahan transaksi repo terjadi pada ambiguitas peraturan yang ada. "Ini menjadi pekerjaan para anggota legislatif. Mereka yang berwenang mengeluarkan atau meng-amandemen undang-undang. Baru setelah itu Bapepam bisa membuat peraturan teknisnya."
Analis pasar modal Edison Hulu juga menilai kinerja Bapepam belakangan ini menunjukkan perbaikan dan kemajuan. Pengawas pasar modal itu tidak dapat melakukan semua yang diinginkan dengan sempurna. Namun setidaknya Bapepam sudah melakukan sesuai kemampuannya.
"Dalam konteks pengawasan, Bapepam sudah berusaha semaksimal mungkin dengan segala keterbatasan perangkat hukum dan peraturan, mereka bisa menangani kasus yang terjadi dengan baik," katanya. (kb2)
Sumber: www.kabarbisnis.com
Lengkapnya »»»
Label:
saham
Langganan:
Postingan (Atom)